Oleh: Deva Ardhina Zahra
Universitas Muhammadiyah Malang
Piala Dunia pada tahun 2022 diselenggarakan di Qatar, lebih tepatnya di Stadion Lusail. Piala Dunia merupakan event pertama bagi Qatar untuk menjadi tuan rumah pada pesta olahraga sepak bola terbesar tersebut. Qatar yang sebagai tuan rumah tentu saja tidak terlepas dari berbagai sorotan dari publik, apalagi melihat Qatar merupakan Negara yang mayoritasnya adalah umat muslim. Dengan begitu Qatar sangat menentang adanya kelompok LGBT di Negaranya. Sehingga pada saat berlangsungnya Piala Dunia 2022, Qatar memberikan peringatan bahwa tidak boleh ada simbol ataupun bentuk kampanye dari kelompok LGBT di Negaranya, pernyataan tersebut disampaikan oleh kepala keamanan Piala Dunia 2022 yaitu Abdullah Al Nasari.
Pelarangan tersebut menyebabkan mendapat sorotan dari publik tentang berlangsungnya Piala Dunia 2022. Kelompok LGBT yang menggunakan simbol LGBT ataupun melakukan seks diluar nikah, menurut hukum Qatar perbuatan tersebut sudah dianggap masuk kedalam tindakan kejahatan dan dapat dihukum sesuai dengan hukum pidana di Qatar dengan ancaman tiga tahun penjara. Akibat dari larangan tersebut menyebabkan banyak negara yang kecewa dengan pelarangan yang ditunjukan terhadap kelompok LGBT khususnya para pendukung dari Eropa, dimana penduduk di Eropa sendiri merupakan para pendukung hak LGBT. Apabila terjadi pelanggaran dengan menggunakan simbol LGBT, seperti menggunakan atribut dengan nuansa pelangi oleh para pendukung dari Negara tersebut, maka akan mendapatkan kartu kuning sebagai bentuk pelanggaran. Negara yang harus terpaksa membatalkan ban kapten pelangi adalah Jerman, dimana para pendukung maupun para pemain terpaksa batal menggunakan atribut tersebut.
Kritik atas pelanggaran tersebut juga muncul dari Timnas Inggris yang dimana mereka menjadi tim pertama yang mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelarangan LGBT di Qatar. Fenomena ini menjadi perhatian khusus bagi masyarakat di Dunia apalagi khususnya bagi pecinta sepak bola dan pendukung hak LGBT. Sebenarnya dengan adanya aturan tersebut dianggap harus dipatuhi oleh masyarakat dunia yang datang untuk bertanding ataupun sebagai pendukung timnas mereka, mengingat bahwa Qatar adalah tuan rumah dari acara Piala Dunia 2022. Tetapi hal tersebut dianggap tidak dapat menghargai hak asasi manusia yang dimana setiap manusia dapat mengekspresikan dirinya tanpa adanya unsur paksaan atau larangan.
Pelarangan dari Qatar tentu saja akan menimbulkan sorotan besar dari masyarakat dunia, dengan adanya larangan yang dibuat Qatar pasti juga akan mendapatkan serangan dari negara-negara yang pro terhadap LGBT. Banyak juga masyarakat yang menyampaikan jika larangan tersebut masih terjadi saat pelaksanaan Piala Dunia 2022 di Qatar, maka Piala Dunia 2022 seharusnya tidak dilaksanakan di Qatar.
Banyaknya sorotan dari publik membuat pemerintahan Qatar menjadi bimbang dalam mengambil sikap. Hal tersebut juga dikarenakan faktor banyaknya sponsor dari negara-negara yang pro terhadap LGBT. Reputasi Qatar juga akan menjadi turun jika mereka terus melakukan aturan pelarangan terhadap komunitas LGBT di Negaranya. Sehingga pada akhirnya pada 30 November 2022, pemerintahan Qatar memperbolehkan kelompok LGBT masuk di Negaranya ataupun para pendukung timnas masing-masing dengan menggunakan simbol LGBT. Tetapi hasil keputusan pemerintahan Qatar ini juga didukung dengan pernyataan bahwa Negara-negara Barat tidak boleh melakukan dikte terhadap apa yang sudah diyakini oleh masyarakat Qatar, karena keputusan tersebut juga sudah dipikirkan dengan matang sebelum diumumkan kepada publik.