PROBOLINGGO – Rencana renovasi Alun-Alun Kabupaten Probolinggo yang digadang-gadang bakal menyerupai kawasan Malioboro Yogyakarta mendapat sorotan tajam dari Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Probolinggo.
Mereka menilai proyek bernuansa estetika tersebut sebagai bukti kelalaian pemerintah dalam menetapkan skala prioritas pembangunan.
Ketua PC PMII Probolinggo, Abdur Rozak, menyebut proyek tersebut ironi di tengah kenyataan buruknya infrastruktur jalan di wilayah-wilayah pedesaan seperti Krucil, Tiris, dan Sumber.
Menurutnya, pemerintah daerah gagal memahami kebutuhan dasar masyarakat.
“Pemerintah mestinya fokus menyelesaikan kebutuhan dasar terlebih dahulu. Bagaimana bisa bicara pariwisata kalau akses jalan di banyak wilayah masih rusak parah? Ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga menyangkut keselamatan dan mobilitas warga,” tegas Rozak, Sabtu (6/4).
Rozak menekankan bahwa jalan rusak berdampak serius pada berbagai sektor krusial seperti pertanian, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Ia mencontohkan bagaimana warga kesulitan mengakses puskesmas atau anak-anak harus berjalan kaki melewati jalan ekstrem menuju sekolah.
“Ini bukan hal yang bisa disulap dengan lampu hias atau paving block di pusat kota. Ketimpangan ini nyata dan menyakitkan bagi masyarakat desa,” tambahnya.
Menurut Rozak, pembangunan di wilayah selatan Kabupaten Probolinggo telah lama tertinggal. Warga harus berjibaku melewati jalanan rusak yang berubah menjadi kubangan saat musim hujan tiba.
“Ketika pemerintah lebih memilih membangun ruang selfie ketimbang memperbaiki jalan rusak, itu tanda bahwa paradigma pembangunannya keliru. Ini bukan sekadar kritik, tapi bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang merasa ditinggalkan,” ungkapnya.
PMII Probolinggo mendesak pemerintah daerah lebih transparan dalam pengelolaan anggaran serta terbuka terhadap evaluasi publik.
Selain itu, mereka juga menuntut DPRD Probolinggo agar menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal.
“Kami akan terus mendorong gerakan advokasi dari bawah. Bila perlu, kami siap turun aksi untuk menagih komitmen keadilan pembangunan. Pemerintah tidak boleh hanya membangun yang bisa dilihat, tapi mengabaikan yang benar-benar dibutuhkan,” pungkas Rozak.