By Fauzy Kek
Salah satu fondasi Bangsa adalah Perempuan. Kenapa? Karena ia yang pertama kali menjadi sekolah bagi anak-anak yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa. Menurut KPPA, investasi terbaik bagi suatu bangsa adalah pemberdayaan sumber daya manusia, terutama perempuan. Pemberdayaan perempuan adalah untuk membangun kesadaran perempuan tentang kesetaraan gender agar mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, sehingga perempuan dapat mandiri dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan baik nasional maupun global. Jadi, mempersiapkan perempuan dengan pendidikan dan pengetahuan adalah modal besar menuju Indonesia emas.
Saat perempuan disibukkan dengan urusan domestik rumah tangga, bukan berarti ia harus melupakan tanggung jawab sosial dan fungsi perannya sebagai perempuan berpengetahuan. Universitas tertua di dunia dibangun pada akhir abad ke 9 M, yaitu Al-Qarawiyyin. Universitas tersebut dibangun oleh seorang Perempuan muslimah bernama Fatima Al-fihri di Maroko. Hal itu menjadi bukti bahwa perempuan sangat menjunjung tinggi kemajuan ilmu pengetahuan dalam segala bidang sejak 1000 tahun lalu. Lahirnya universitas tersebut tak lepas dari kondisi saat itu dimana Islam sedang dalam masa kejayaannya (750 M – 1258 M). Sedangkan Eropa/Barat masih dalam era kegelapan (Abad ke 5 M-14 M. Obyek pengetahuan dunia terpusat di Baghdad timur tengah sebagai pusat pemerintahan politik dan agama Dinasti Abbasiyah.
Lalu, mengapa masih ada stigma negatif pada perempuan?. Hal itu tak lepas dari stereotipe yang diciptakan oleh konstruksi pandangan sosial budaya agama konservatif. Perempuan hanya dipandang sebagai obyek seksualitas. Tak sedikit masyarakat desa masih melanggengkan stigma “Sumur, Dapur dan Kasur” pada perempuan. Pada akhirnya , itu menghambat pola pikirnya untuk mengakses kemajuan zaman.
Saya mengamati beberapa masyarakat pedesaaan, termasuk kampung ku. Peran perempuan terbatas pada urusan domestik. Pernikahan usia dini merupakan hal biasa. Akibatnya, perceraian tak terelakkan. Faktor penyebabnya seperti kemampuan komunikasi yang kurang baik dan ketidakmampuan menghadapi berbagai persoalan rumah tangga (ekonomi, konflik, dan intervensi). Pernikahan yang terlalu prematur dapat mengabaikan hak-haknya (perempuan) untuk mendapatkan pendidikan yang baik, karir, serta cita-cita yg diinginkan. Karena, saat menikah bisa dipastikan fokusnya akan teralihkan pada bagaimana mengurus suami dan rumah. Walaupun, juga ada yang masih memperdulikan perannya dalam fungsi sosial. Namun, angka itu sedikit.
Di pedesaan, keterlibatan serta partisipasi perempuan dalam ranah sosial politik masih sedikit. Tidak bisa dipungkiri, perempuan yang menempati posisi pemimpin kemungkinan besar itu hanya alat yang dimainkan oleh sosok dibelakang layar. Artinya, masyarakat masih menempatkan perempuan sebagai kelas dua. Perempuan yang tampil ke depan, masyarakat akan melihat siapa yang menampilkannya. Sehingga, perempuan perlu dibekali pengetahuan dan pemahaman yang baik bahwa perempuan juga setara dengan lelaki, seperti bagaimana ia memperoleh pendidikan, cita-cita dan kebebasan menentukan nasib sendiri. Seharusnya, lelaki juga mengerti hal itu.
Seorang penyair besar Indonesia yaitu Pramoedya Ananta Toer melukiskan gambaran betapa memperhatikannya R.A Kartini dinikahkan agar bisa meredam intelektualnya yang dianggap mengancam kekuasaan Hindia Belanda, dalam novel Roman Tetralogi Buru Jejak Langkah. Salah satu kutipan dari Novel Tetralogi Buru Bumi Manusia yaitu “Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai. (Nyai Ontosoroh)”.
Di momen Hari Pahlawan ini, mari kita refleksikan kembali perjuangan para pahlawan perempuan. Mereka telah membuktikan pada generasi selanjutnya, bahwa perjuangan perempuan mencakup segala bidang. Ada R. A Kartini seorang pejuang kesetaraan gender. Cut Nyak Dien pejuang asal Aceh, bersama suaminya Teuku Umar memperjuangkan kedaulatan bangsa Aceh atas penjajahan kolonialisme Belanda selama perang Aceh berlangsung. Di ranah pendidikan, ada Dewi Sartika yang mendirikan sekolah bagi kaum perempuan pribumi. Dan masih banyak lagi pahlawan-pahlawan perempuan lainnya yang telah memberikan dampak positif bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Di era modern sekarang, kemajuan zaman mencakup segala bidang. Apabila kebebasan perempuan masih terkekang atas pandangan konservatif masyarakat, justru itu tidak se nafas dengan zaman. Perempuan desa harus berani menentang setiap pandangan yang mengabaikan hak-haknya. Hadirnya para pahlawan perempuan di panggung sejarah perjalanan bangsa Indonesia menegaskan bahwa perempuan harus dan perlu berperan layaknya lelaki. Tidak ada lagi penempatan perempuan di bawah lelaki.
Suatu waktu, saya memenuhi undangan temanku yang saat itu mengadakan diskusi kepemudaan di sebuah cafe. Kebetulan dua narasumbernya termasuk teman tongkrongan di warkop, satu lelaki dan satunya perempuan. Salah satu yang saya masih ingat sampai sekarang dari ucapan narasumber perempuan, kira kira begini “Sebagai perempuan, perlihatkanlah dirimu secara intelektual bukan secara biologis”. Sontak perkataan itu membuatku bertepuk tangan. Dan memang benar, sejatinya keabadian yang dimiliki perempuan adalah pikirannya, bukan tubuhnya. Pikiran akan terus hidup dan mewarisi lintas zaman, sedang tubuh terus mengalami perubahan karena usia.
Selamat Hari Pahlawan 10 November 2022