SUARARAKYATINDO.COM – Hari Lingkungan Hidup Sedunia, tanggal 5 Juni 2020. Menjadi bukti sejarah bahwa kita harus sadar dengan lingkungan. Perlu juga kita melestarikan Hablum minal alam sebagai pedoman untuk kecintaan kita terhadap lingkungan.
Topik kali ini sangat bagus untuk kita selalu junjung tinggi dan patut untuk dipilih dengan tujuan mengajak seluruh masyarakat dunia guna hidup berkelanjutan dan harmonis (serasi) dengan alam.
Swedia, terpilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, bertepatan dengan peringatan 50 tahun Konvensi Stockholm (1972), yang telah melahirkan sebuah strategi dan takti (stratak) internasional pertama, dengan fokus terhadap perlindungan lingkungan dan kesehatan umat manusia terhadap bahan kimia beracun.
Indonesia sendiri bersama ratusan negara lainnya telah meratifikasi konvensi dimaksud melalui UU. No. 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutans.
Manusia memang tak dapat dipisahkan keberadaannya dengan alam semesta. Karena hal itu merupakan satu kesatuan untuk menjaga alam tetap bersih untuk dilihat.
Kehidupan manusia senantiasa bergantung kepada alam, bilamana ekosistem alam terdegradasi maka potensi ancaman keberlangsungan hidup umat manusia pun otomatis bakal terganggu.
Sebanyak 7,85 miliar manusia lewat berbagai impiannya menghuni satu bumi. Bumi menjadi satu-satunya planet yang dapat dihuni oleh manusia.
Lewat pertumbuhan penduduk yang melaju sesuai deret ukur bakal membuat ekosistem menjadi kian kritis bilamana tidak dibarengi dengan kepedulian guna terus menjaga kelestarian alam.
Konservasi alam bukan hanya sebatas melakukan penanaman pohon namun juga wajib memperhatikan satwa dan ekositem yang ada di dalamnya. Untuk menunjang keberhasilan ini dibutuhkan komitmen, kerja keras, dan keberlanjutan gerakan penyelamatan alam yang solutif dan terukur hasilnya.
Hari Lingkungan Hidup sedunia sendiri diputuskan dalam sidang umum PBB bersamaan dengan konferensi lingkungan hidup di Stockholm, Swedia, 5-16 Juni 1972.
Momentum ini ditujukan guna meningkatkan kesadaran global terhadap urgensi guna mengambil tindakan yang positif bagi kelestarian lingkungan.
Disadari bahwa problema lingkungan di sebuah negara bakal menimbulkan efek domino di negara atau wilayah lain.
Salah satu kerusakan lingkungan yang wajib fokus diantisipasi adalah perubahan iklim. Hal terakhir ini akibat pemanasan global telah memberi berbagai dampak terhadap kehidupan.
Gejala ini ditandai antara lain dengan meningkatnya frekuensi curah hujan dengan intensitas yang sangat tinggi, ketidakpastian musim hujan dan kemarau, serta timbulnya berbagai bencana, seperti kekeringan, banjir, badai, maupun longsor.
Tepatlah apa yang dikemukakan oleh Thomas Friedman dalam Hot, Flat, and Crowded bahwa dunia bakal lebih panas, rata, dan penuh sesak.
Penulis yang juga pernah melucurkan karya fenomenal The World is Flat tersebut, melansir bumi kian gerah akibat laju peningkatan emisi gas rumah kaca ke atmosfer yang menghambat pelepasan udara panas ke angkasa.
Bumi menjadi rata via inovasi teknologi komunikasi yang memungkinkan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun dapat terkoneksi secara cepat dan mudah,sehingga seolah-olah bumi ibarat berada di atas sebuah pinggan yang datar.
Sebaliknya bumi pun makin penuh sesak diakibatkan ledakan pertambahan penduduk yang tak terkendali lewat penekanan angka mortalitas.
Sudah tiba saatnya kita untuk berhenti berwacana dan menempuh langkah konkret mengubah gaya hidup demi penyelamatan alam. Hal mana dapat dimulai dari diri sendiri, dari hal terkecil, dan dilakukan saat ini juga.
Pada akhirnya, beberapa upaya nyata dapat kita lakukan, antara lain 3R (reduce, reuse, recycle), menanam tanaman makanan di halaman rumah, atau memilih makanan organik yang tidak mempergunakan bahan kimia.
Jika kita tidak mau berubah, maka alam yang akan mengubah kita. Alam mulai tidak lagi bersahabat dengan kita. Selamatkan alam dan jadikan setiap hari sebagai hari lingkungan hidup guna terus menjaga kelestarian alam.