Oleh; Tan Hamzah
Bom Waktu
Ia menahan malam yang akan lengser
dengan sebuah tatapan sayu dan lemah gemulai bulu matanya
Ia masih mencoba memungut satu demi satu kata yang telah gugur dari buku kecilnya
Ia juga takut pagi memisahkan pertemuan itu dan pulang tanpa membawa naskah yang utuh
perempuan itu sedang diburu waktu
jam telah mengintainya bagaikan senapan yang siap menembak
Ia harus hadir tepat
sebelum semua terlambat
jalan
berhari-hari lelaki itu
mencari satu kata yang telah lama hilang
kata itu bagai kepingan yang menghancurkan sajaknya, puisinya, bukunya, hatinya, badannya, karakternya, hidupnya
ia menelusuri jalan-jalan
sepanjang jalan ia tidak menemukan apa-apa
seorang kawan menanyainya, apa yang kau cari?
ada satu kata yang hilang dari hidupku, dan aku tak lagi menemukannya
Kepada R
apa yang tersisa dari kota ini
selain bekas genggamanmu
yang tetap hangat
dikala hujan lebat dan dingin pantai menghampiriku
sunyi telah memanggilmu
menjelma puisi yang pura-pura
dan meninggalkan catatan kecil
yang harus aku perhatikan
saat kau pergi
kota ini seolah mati suri
atau bunuh diri sebelum waktunya tiba
Pada
Ada kamu yang lain
saat kau pergi dan tiada
kau menjelma angin yang mengusik dedaunan
kau menjelma daun yang enggan berpisah dengan pohon
kau menjelma pohon, tempat angin berteduh
aku menemukanmu yang lain
pada senyum matahari pagi
pada hening senja sore
pada lelapnya malam
aku menemukanmu yang lain
aku menemukanmu pada yang lain