Oleh; Tan Hamzah
“Serikat Tikus Kota”
Malam itu, salah satu kawan kami tewas mengenaskan di dekat gudang, ia tergeletak sambil memegang perutnya, berdasarkan dugaan awal, kami para tikus menyimpulkan bahwa kawan kami telah dibunuh menggunakan racun tikus.
Sudah sekitar satu tahun lamanya, kami para tikus merasakan kelaparan hebat, bencana krisis makanan ini tidak lain dan tidak bukan pasti ulah manusia. tempat kami mencari nafkah sehari-hari ditutup, lumbung dan gudang makanan manusia kini tersimpan rapat dengan menggunakan tekhnologi yang kami tidak tahu cara menggunakannya. Bahkan digudang tempat biasa beras dan jagung disimpan kini juga susah ditembus, atapnya tidak ada celah, lantainya dari keramik, pintunyapun susah digigit, belum lagi jebakan penjepit itu, sudah marak di sudut-sudut kota.
Beberapa kawan kami mulai nekat mencuri karena benar benar merasakan lapar yang sangat hebat, pencurian tersebut terpaksa kami lakukan demi bertahan hidup dan untuk memberi makan anak-anak. Meskipun itu melanggar moral tikus, usaha pencurian itu tetap kami lakukan dan untuk memperlancar usaha itu, kami perlu bekerja sama antar tikus.
Untuk menghimpun aksi pencurian itu, kami mengumpulkan sebanyak mungkin tikus, terutama yang terkena dampak kelaparan. Tikus-tikus yang berdomisili di got, loteng, semak-semak maupun bawah tanah kami kumpulkan di lapangan besar.
Pada malam itu kami melakukan diskusi panjang, mulai membahas akar permasalahan yang terjadi, kenapa kelaparan ini bisa terjadi, apa penyebabnya dan dampak bagi populasi tikus. Pada diskusi pertama kita membahas akar permasalahan yang terjadi, kenapa kelaparan ini bisa terjadi, apa karena faktor internal atau faktor eksternal, kalau dari faktor internal, dari kalangan tikus kita mencoba untuk merefleksikan kenapa itu bisa terjadi dan mengapa hanya tikus yang terdampak kelaparan.
Salah satu tikus berpendapat “begini kawan kawan yang saya hormati, menurut saya penyebab terjadinya kelaparan yang menimpa kita hari ini karena kita terlalu rakus, coba kawan kawan ingat, setiap hari berapa kali kita makan, dan kita tidak sempat untuk menabung, kira-kira begitu saja pendapat saya” lalu tikus yang lain ikut berpendapat “ah ada benarnya juga kau kawan, tetapi apa hanya karena kita banyak makan, menurut saya tidak, karena kita juga butuh nutrisi untuk hidup jadi wajar saja kalau kebutuhan makan kita banyak, menurut saya pribadi kawan kawan semua, permasalahan kelaparan ini karena kita tidak mampu menghasilkan makanan sendiri, mengapa kita tidak menanam saja, kita kembangbiyakan makanan yang kita ambil dari lumbung manusia, mengapa kita tidak mencoba menanam seperti manusia, selama ini kawan kawan semua, kita bergantung pada manusia, apa yang manusia punya, kita tidak mandiri untuk menanam dan menghasilkan makanan sendiri”.
“benar juga pendapat kawan yang berada di sebelah kiri saya” ujar tikus yang lain, “tapi menurut saya kalau kita mau menanam seperti manusia, lahan mana yang harus kita pakai, di kota ini tidak ada lagi lahan yang luas, apakah kita harus menanam di atas gedung?”
Dan seketika suasana pun hening, mereka berfikir keras apa yang harus mereka lakukan di internal kelompok tikus sendiri, lalu suasana hening itu pecah ketika ada yang berbicara dari barisan paling belakang
“masuk ya kawan-kawan, ini masih soal refleksi pada diri kita ya, kalau saya berpendapat, apa yang disampaikan kawan-kawan semua ada benarnya juga, tapi pernahkah kita berfikir mengapa kita saat ini hanya bergantung pada biji-bijian, mengapa kita hari ini hanya memakan padi dan jagung, apakah dulu nenek moyang kita bergantung pada padi dan jagung?, coba fikirkan kawan”
Suasana pun hening kembali…..
“saya pernah mendengar dari nenek saya, dulu para tikus itu pemakan segala, segalanya kawan, bukan hanya biji-bijian, kita dulu pemakan serangga, buah-buahan, sayur, daging kecil, semua kita makan, tapi saat ini kita hanya makan biji, itupun biji padi dan jagung, jagungpun kalau ada, toh setiap hari kita hanya makan padi”
“kawan-kawanku semua, kita yang dipaksa makan padi, oleh siapa, oleh manusia, coba kalau kita tidak bergantung pada padi, pasti banyak yang bisa kita makan, kita tidak akan terkena bencana kelaparan, dulu manusia pernah memaksa kita untuk memakan padi”
Coba jelaskan pada kami bagaimana itu bisa terjadi, tikus lain menanggapi
“Itu karena kita pernah diteliti dan dikurung di laboratorium buatan manusia, kata nenek saya dulu, beberapa tikus ditangkap untuk diteliti, dikurung tikus itu, setiap hari diberi makan padi, dan setelah beberapa tahun diberi makan padi terus, tikus itu enggan memakan makanan lain, lalu kawan-kawan tikus dari laboratorium itu di lepas, dan kitalah anak turunnya sekarang”
Jadi ini bukan hanya kesalahan kita, manusia juga bertanggung jawab, lalu dimanakah manusia sekarang setelah kita mengalami krisis pangan?
“lalu apa yang harus kita lakukan, apakah akan pasrah akan keadaan, lalu kita mati dan tidak punya keturunan, atau kita mau melakukan sesuatu?”
“Apa yang harus kita lakukan, apa yang harus kita lakukan” para tikus mulai kebingungan
Kalau menurut saya kawan, kita harus melakukan protes, kita buat saja kerusuhan dan kita rampok lumbung manusia, dengan itu masalah kita akan selesai, salah satu tikus berpendapat.
Saya tidak setuju kawan, karena itu tidak akan menyelesaikan masalah, rencana itu hanya untuk sesaat, coba kita pikirkan lebih jauh kedepannya, kan dari tadi kita berdiskusi akar masalah kelaparan, dan itu karena kita bergantung pada padi, kalau saya menawarkan solusi, ada dua hal, pertama kita mulai menanam dilahan yang seadanya dan yang kedua kita harus mencoba memakan daging, buah dan apapun itu asalkan kita tidak bergantung pada padi.
Apakah kalau kita memakan daging baik buat kesehatan, dan itu serasa menjijikkan karena kita memakan bangkai, kita akan jadi kanibal? Sahut tikus lain
Daripada kita buat kerusuhan dan tergantung pada manusia, mending kita mulai mandiri dan merubah kita sendiri, meskipun sulit, tapi saya yakin lambat laun kita akan terbiasa, jangan takut berubah kawan.
“saya setuju dengan pendapat yang kedua”
“saya juga”
“saya juga”
Para tikus yang lain memilih untuk mengubah pola makan dan tidak bergantung pada padi, usaha memberontak dan balas dendam itu akhirnya tidak pernah terjadi karena tikus ingin merubah diri mereka tanpa bergantung pada manusia.
Generasi tikuspun berlanjut, dan sampai saat ini mereka selalu mengadakan musyawarah ketika mempunyai permasalahan, karena kesamaan nasib antar tikus, mereka menamai kelompok itu dengan Serikat Tikus Kota.