Oleh: Achmad Syaifuddin, Koordinator Bidang Agitasi dan Propaganda PC PMII Probolinggo
Kawasan Gelora Merdeka di Kabupaten Probolinggo selama ini dikenal sebagai ruang publik multifungsi arena olahraga, pusat kegiatan pemuda, dan tempat pelaksanaan berbagai acara besar daerah.
Namun, belakangan ini, perhatian publik justru tersedot bukan pada prestasi atau geliat aktivitas masyarakat di sana, melainkan pada hal yang terlihat kecil tetapi menyimpan persoalan besar: tarif parkir.
Berdasarkan spanduk yang terpasang di area tersebut, tarif parkir mobil dikenakan sebesar Rp4.000 per sekali parkir. Sekilas, angka ini mungkin tidak terlalu mengganggu bagi sebagian orang.
Namun ketika dikaji berdasarkan regulasi resmi yang berlaku, tarif tersebut jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan Peraturan Bupati (Perbup) Probolinggo Nomor 9 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum.
Dalam lampiran peraturan tersebut, tarif resmi untuk kendaraan roda empat ditetapkan hanya Rp2.000 per sekali parkir. Sementara untuk kendaraan roda dua, hanya Rp1.000.
Fakta bahwa tarif di lapangan bisa mencapai dua kali lipat dari tarif resmi menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan yang tidak bisa dianggap sepele.
Di sinilah akar persoalannya. Ketika sebuah kebijakan resmi pemerintah tidak dijalankan sebagaimana mestinya di ruang publik strategis, maka pertanyaan mendasarnya bukan hanya “mengapa tarifnya lebih mahal?”, tetapi “di mana peran pengawasan pemerintah daerah?” Dan lebih jauh lagi, “mengapa pemerintah tidak berpihak kepada masyarakat yang setiap hari mengakses fasilitas publik ini?”