SUARARAKYATINDO.COM – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) turut mengawasi langsung proses pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, sebagai respons terhadap temuan pelanggaran administratif yang dilakukan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) dalam Pemilu 2024. Meski PSU berjalan lancar, tetapi masih menyisakan catatan yang patut diperhatikan.
Anggota Bawaslu, Puadi mengatakan, meskipun pelaksanaan PSU berjalan sesuai prosedur teknis, namun terdapat catatan terkait partisipasi pemilih yang menurun. “Partisipasi pemilih ini tentunya berkurang,” katanya.
Lolly Suhenty, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu juga menyampaikan, PSU kali ini menggunakan metode tempat pemungutan suara (TPS) dan kotak suara keliling (KSK).
Menurut Lolly, terdapat permasalahan terkait partisipasi pemilih. Beberapa lokasi mengalami penurunan partisipasi, sementara di tempat lain, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) meningkat secara drastis.
Selain itu, lanjut dia, PSU dihadapkan pada kesulitan mengontrol pemilih DPK yang keberatan menunggu satu jam sebelum waktu pencoblosan berakhir, seperti yang terjadi di beberapa KSK.
“Secara substansi adalah kerepotan mengarahkan pemilih DPK yang ingin dilayani lebih awal. Padahal kita punya kepentingan agar yang DPT tidak kehabisan surat suara,” terang Lolly Suhenty saat melakukan pengawasan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Minggu (11/3/2024).
Lebih lanjut, keadaan ini menyebabkan intimidasi terhadap Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) dan Pengawas TPS/KSK LN. Kejadian tersebut tercatat di KSK 39, wilayah Klang.
Lolly menekankan pentingnya sentral informasi sebagai alat untuk mengatasi berbagai kendala yang muncul selama PSU.
“Berbagai peristiwa intimidasi itu beragam. Ada yang sampai mengharuskan skorsing juga ada yang bisa dijelaskan,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, menegaskan bahwa Bawaslu akan mengambil tindakan terhadap pemilih yang terlibat dalam intimidasi.
“Kami akan bertindak dan juga mengumpulkan buktinya. Bahkan mereka berani terhadap supervisi yang dilakukan Bawaslu,” ujar Bagja.
Beberapa catatan lain yang ditemukan antara lain pembukaan TPS yang tidak tepat waktu, absennya pembacaan sumpah pada pembukaan TPS, tidak ditempelnya Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN) di TPS, serta keterbatasan personil di bagian pendaftaran yang menghambat proses input data untuk memastikan akurasi data pemilih.