Ini Putusan MK Soal Joko Widodo Bisa Nyapres

Ini Putusan MK Soal Joko Widodo Bisa Nyapres
Presiden Jokowi bertemu dengan Prabowo Subianto. (Foto: BPMI Setpres)

SUARARAKYATINDO.COM, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima gugatan Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo-Jokowi 2024-2029 yang berharap agar Jokowi bisa menjadi cawapres. Sebab, Sekber dinyatakan tidak mempunyai kedudukan hukum mengajukan judicial review UU Pemilu.

“Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” ucap Anwar Usman Ketua MK dalam sidang terbuka yang disiarkan Chanel YouTube MK, Rabu 23/11/2022.

Menurutnya, MK menilai pemohon tidak dirugikan atas berlakukan pasal yang diuji.

“Keberadaan norma Pasal 169 huruf N UU 7/2017 sama sekali tidak menghilangkan hak konstitusional para pemohon untuk menggunakan hak pilihnya. Karena norma a quo diperuntukan bagi seseorang yang pernah atau sedang menjadi Presiden atau Wakil Presiden 2 kali masa jabatan yang sama dan memiliki kesempatan untuk dicalonkan kembali menjadi Presiden atau calon Wakil Presiden,” urai majelis.

Baca Juga:  Erick Thohir Berpeluang Mendampingi Prabowo di Pilpres 2024, Benarkah Itu?

Diketahui, Sekber meminta UU Pemilu ditafsirkan menjadi Joko Widodo bisa mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres).

“Dengan adanya ketentuan yang ada di dalam Pasal 169 huruf n UU Pemilu menimbulkan sebuah pertanyaan mengenai apakah presiden yang sudah menduduki masa jabatan presiden selama dua masa jabatan, dapat mencalonkan diri kembali untuk jabatan yang berbeda, yaitu wakil presiden di periode selanjutnya?” demikian argumen Sekber.

“Terkait hal ini, membuat pemohon membutuhkan kepastian apakah presiden yang telah menjabat dua periode dapat maju lagi tetapi sebagai wakil presiden,” ungkap pemohon.

Baca Juga:  Benarkah PDI-P Akan Menggandeng PKB dan Gerindra di Pilpres 2024, Ini Kata Puan Maharani

Pasal 169 huruf n berbunyi:

Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;

“Ini menurut pemohon menimbulkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan pasal 7 UUD 1945 karena bisa saja pasangan yang telah duduk sebagai presiden maupun wakil presiden telah dua kali menjabat di posisi tersebut walaupun dengan pasangan yang berbeda. Hal ini hanya memfokuskan pada berapa kali calon presiden maupun wakil presiden terpilih. Sebab, apabila mengacu pada Pasal 169 huruf n, jelas melanggar konstitusi, yaitu UUD 1945,” bebernya.(*)

Tinggalkan Balasan