SUARARAKYATINDO.COM,SUMENEP- Perihal penerbitan Surat Pemberhentian Penyelidikan Dan Penyidikan (SP3) kasus dugaan penipuan jual beli emas yang ditangani oleh Polres Sumenep, Madura, Jawa Timur, masih terus menjadi buah bibir sejumlah anggota DPC AWDI Sumenep.
Hal tersebut lantaran dibalik penerbitan SP3 atas Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/56/II/2020/JATIM/RES SUMENEP itu disinyalir ada unsur pemerasan/pemalakan terhadap terlapor.
Pasalnya, sebelum kasus dugaan penipuan jual beli emas yang dilaporkan oleh warga Sumenep berinisiaL BD itu resmi di SP3, terlapor membayar uang puluhan juta rupiah sebagai ganti rugi kepada pelapor.
Padahal berdasarkan data yang dikantongi oleh DPC AWDI Sumenep, pelapor hanya mengalami kerugian maksimal sebesar 100 ribu rupiah. Namun pelapor meminta kerugian kurang lebih sebesar 60 juta rupiah kepada terlapor.
Ironisnya, dugaan pemerasan atau pemalakan terhadap salah satu pengusaha emas berinisial Hj S (terlapor) tersebut terjadi di ruang penyidik Satreskrim Polres Sumenep dan disaksikan oleh sejumlah oknum polisi.
Bahkan menurut sumber media ini, selain Hj S, sebelumnya sudah ada pengusaha emas yang dilaporkan ke Polres Sumenep dengan kasus yang sama.
” Terlapornya ini adalah pemilik toko tiga saudara (paman/om dari Hj S). Informasinya pelapornya adalah IM (inisial) yang diduga adalah kawan dari BD,” kata Sumber.
Kata sumber, ending proses hukum dari pelaporan terhadap pemilik toko emas tiga saudara ini sama dengan pelaporan terhadap Hj S. Bahkan dapat dikatakan lebih parah lagi dari Hj S.
Karena informasinya, pemilik toko emas tiga saudara ini dikemplang uang ganti rugi sebesar 200 juta rupiah oleh pelapor. Proses hukumnya juga tidak sampai ke pengadilan alias di SP3.
” Tapi kaus yang ini penyelesaian atau pembayaran ganti ruginya terjadi di luar Polres,” imbuhnya.
Sementara sampai berita ini diterbitkan, belum ada keterangan secara resmi dari BD dan IM selaku pelapor.
Sebab, sampai saat ini awak media belum mempunyai akses untuk melakukan upaya konfirmasi terhadap yang bersangkutan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, penerbitan SP3 kasus dugaan penipuan jual beli emas dengan terlapor Hj S disoal oleh DPC AWDI Sumenep.
Pasalnya, selain dinilai tidak memenuhi syarat, pada saat proses hukum kasus dugaan penipuan dengan LP Nomor: LP/56/II/2020/JATIM/ RES SUMEMEP tersebut berjalan diduga ada permainan antara pelapor dan oknum polisi yang berujung penerbitan SP3.
Bahkan DPC AWDI Sumenep menduga jika ending dari kasus dugaan penipuan jual beli emas tersebut disinyalir memang telah direncanakan berkahir dengan perdamaian oleh pelapor dan oknum polisi di Polres Sumenep kala itu.
Sebab, kesepakatan damai dengan syarat terlapor ganti rugi terhadap pelapor tersebut diduga merupakan inisiatif dari oknum penyidik Polres Sumenep.
” Terlapor ini sampai 4 kali dilakukan pemeriksaan. Panggilan ke tiga terlapor disuruh rembuk dengan pelapor,” ujar sumber.
Selain itu, kata Sumber, kuat dugaan terlapor juga diintimidasi saat proses pemeriksaan atau permintaan keterangan.
Sebab, apabila kasus tersebut dilanjut (tidak damai) maka toko emas terlapor ini akan dilakukan penggeledahan oleh penyidik.
” Dan kalau tidak punya SIUP, terlapor bisa terjerat pasal lagi,” tambahnya.
Sementara BRIPKA Teguh Cahyanto, SH., saat audiensi dengan sejumlah pers yang tergabung di DPC AWDI Sumenep membantah terkait dugaan adanya intimidasi terhadap terlapor.
Menurutnya, selama proses pemeriksaan tidak ada bahasa intimidasi dari penyidik terhadap terlapor.
” Kita panggil terlapor dan kita mintai keterangannya,” ngakunya, Kamis (24/11).
Ia juga mengaku bahwa penyelesaian secara kekeluargaan tersebut adalah permintaan dari terlapor.
” Kita hanya memberikan peluang kepada terlapor. Dan kesepakatan damainya terjadi di luar bukan di Polres,” imbuhnya.