SUARARAKYATINDO.COM- Ketua KPK Firli Bahuri tidak bisa jemput paksa Gubernur Papua Lukas Enembe, padahal Lukas Enembe di duga mempunyai kasus suap dan gratifikasi pengerjaan proyek di Pemprov Papua.
Keikutsertaan Firli dalam rombongan menuai kritik. Firli dianggap mengistimewakan Lukas Enembe. Padahal Lukas Enembe terduga mempunyai kasus suap dan gratifikasi.
Seharusnya, Firli menjemput paksa Lukas setelah beberapa kali Lukas mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik.
“Mengapa Lukas Enembe tidak diperlakukan sama dengan para tersangka lain yang mangkir dan tidak bersedia untuk datang meski sudah dipanggil berkali-kali oleh KPK? Mengapa tidak dikeluarkan surat perintah membawa terhadap Lukas Enembe?” ujar Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha dalam keterangannya dikutip Sabtu (5/11/2022).
Menurut Praswad, perlakuan istimewa Firli ini menciderai rasa keadilan masyarakat. Selain itu, Praswad menyebut Firli melanggar prinsip setiap warga negara Indonesia diperlakukan sama di mata hukum.
“Tindakan ini adalah pelanggaran prinsip dan kode etik yang ada di KPK, yaitu memperlakukan setiap warga negara Indonesia secara sama di hadapan hukum,” kata Praswad yang juga mantan pegawai KPK.
Menurut Praswad, perlakuan baik Firli ke tersangka ini akan menjadi preseden buruk bagi penanganan kasus korupsi. “Karena tersangka akan berupaya menggunakan pendekatan yang sama sehingga dapat menjadi bargain dengan pimpinan KPK,” kata dia.
Kritikan juga datang dari Indonesia Corruption Watch. ICW mempertanyakan keikutsertaan Firli Bahuri menemui Gubernur Papua Lukas Enembe. Menurut ICW, jika kedatangan KPK hanya untuk memeriksa, maka sejatinya hanya tim penyidik dan dokter saja yang menemui Lukas Enembe.
“Hingga saat ini kami benar-benar tidak memahami apa urgensi seorang Ketua KPK, Firli Bahuri datang menghadiri langsung pemeriksaan Lukas Enembe di kediamannya. Sebab, kegiatan itu cukup dihadiri oleh penyidik dan perwakilan dokter dari Ikatan Dokter Indonesia saja,” ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.