Kolom  

Debat Capres Pertama: Sebuah Panggung Bagi Anies Baswedan

Debat Capres Pertama: Sebuah Panggung Bagi Anies Baswedan
Suasana Debat Capres perdana. (Foto: Ig @cakiminow)

Oleh: Atiqurrahman

Debat Calon Presiden perdana terasa menjadi panggungnya Anies Baswedan. Sebab, ia telah menguasai materi dan mengerti apa yang akan dilakukan ke depan soal hak asasi manusia, penguatan demokrasi, penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi.

Selain itu, argumentasi Anies berangkat dari sebuah kritik atas realitas kondisi hidup masyarakat saat ini, dan sekaligus menyalakan api harapan dan optimisme masyarakat akan terjadinya perubahan yang lebih baik.

Misalnya, Anies mencoba menyitir kualitas demokrasi yang makin turun, kebebasan berpendapat makin terancam, lembaga penegakan hukum kehilangan independensinya, dan lain sebagainya.

Diantara salah satu misi Anies ialah ingin memulihkan kembali pranata hukum yang ada di negara ini yang terlanjur rusak dan bobrok, serta terjadinya ketidakadilan dimana-mana.

Seperti UU IKN yang disahkan secara kilat, hanya 54 hari, dengan tanpa membuka dialog dengan masyarakat. Massifnya peristiwa persekusi dan kriminalisasi pada kelompok-kelompok yang kritis terhadap kekuasaan. Juga terjadinya panggangan lembaga hukum (MK) demi kepentingan segelintir orang.

Karena itu, Anies mengatakan, bahwa negara Indonesia ini adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Dalam negara hukum, kekuasaan itu diatur oleh hukum. Dalam negara kekuasaan, hukum diatur oleh penguasa. Dan itu tidak boleh terjadi.

Artinya, Anies memiliki komitmen yang kuat untuk memulihkan dan mengembalikan martabat lembaga hukum sebagaimana mestinya. Lembaga-lembaga hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan Mahkamah Konstitusi harus bekerja secara profesional, independen, dan mengedepankan kepastian hukum.

Lembaga-lembaga hukum tersebut harus menjadi wasit atau penengah terhadap segala problematika hukum yang menimpa masyarakat, dan tidak boleh berpihak pada kepentingan siapa pun.

Selain itu, Anies juga berkomitmen untuk merevisi beberapa UU yang menjadi pangkal mundurnya kualitas demokrasi kita hari ini. Seperti UU ITE dan UU KPK.

Pasal-pasal yang ada dalam UU ITE ini digunakan oleh penguasa sebagai alat untuk membungkam dan mengkriminalisasi orang-orang yang bersuara kritis terhadap kekuasaan. Dengan tuduhan pencemaran nama baik dan penghinaan.

Sedangkan UU KPK ini telah membunuh KPK secara perlahan. KPK sudah kehilangan independensinya. Karena berada dalam bayang-bayang eksekutif. Mungkin, KPK sekarang ini memiliki catatan terburuk dalam sepanjang sejarah reformasi. Sebab, ketua KPK-nya menjadi tersangka.

Dengan demikian, sangat wajar bila Anies ingin merevisi UU ITE dan mengembalikan marwah KPK seperti semula. Sebagai anak kandung reformasi, KPK harus segera diselamatkan.

Dan, Anies juga menyoroti perilaku pejabat negara yang sedang mengalami krisis etika dan kepemimpinan. Menurutnya, hal itu disebabkan oleh maraknya fenomena “Orang Dalam” yang sudah mengakar kuat dalam tubuh kenegaraan kita. Akibatnya, lembaga negara menjadi lemah dan rapuh, karena kehilangan sistem meritokrasi di dalamnya.

Tinggalkan Balasan